Senin, 29 Desember 2008

Mak Comblang Menanti Cinta

“Mit, tadi dapat salam dari Rio!” Vha meluncurkan jurus terjitunya. Mitha teman sebangkunya juga terkena serangan hebat dari Vha. Tapi Mitha hanya mengangguk pasrah, mungkin dia sudah capek dengan gaya comblang-nya Vha. Basi!!
“Yo, tadi Mitha titip salam ke elo! Kayaknya elo berdua cocok banget deh! Kalau elo suka langsung tembak aja ya! Entar gue bantuin deh!” Vha menemui Rio di ruang yang berbeda dari Mitha. Vha bicara panjang lebar pada Rio, tapi Rio malah asyik mendengarkan lagu Starlight-nya Muse. Uh… sebel!!
* * *
Yup!! Itu sepenggal cerita tentang Vha. Perkenalkan! kali ini, tokoh utamanya adalah Vha, nama lengkapnya Vellia Hartanti Apsari. Tapi dia lebih suka dipanggil Vha saja, katanya biar lebih terdengar keren. Dia cewek yang aneh, bahkan super aneh! Tinggi tubuhnya hanya sekitar 1,5 meter. Cewek yang agak tomboy, tapi itu dulu waktu dia masih kelas 6 SD, sekarang lumayan feminin deh! Meskipun tanpa polesan bedak jika tidak sedang bepergian. Cewek yang chubby tapi sepertinya tak terlalu chubby-chubby juga. Cewek yang hitam manis (bukan kecap lho! Ini hanya menurutku saja, entah menurut cowok lain apa? Mungkin di bawah standar kecantikan). cewek yang belum pernah merasakan pacaran seumur hidupnya, dan apa lagi ya? Baca saja terus, pasti akan menemukan sesosok Vha di sana. Hobinya selalu menjodohkan teman-temannya sekelas. Dari mulai Cahyo dan Arien, Ahmed dan Fiona, Ansyah dan Nungki, dan yang terakhir Rio dan Mitha. Kenapa hanya ada empat pasang? Karena kelas Vha hanya ada empat cowok. Jumlah siswa di kelas Vha hanya ada 24 gelintir saja. Jadi tak heran kalau hiburan sehari-hari Vha hanyalah menjadi Mak Comblang, tapi lebih biasa dipanggil Miss Bigos karena dia itu sukanya mengurusi cinlok-cinlok yang tumbuh di kelas, dan kalau berita cinlok sudah sampai di telinga Vha, dijamin berita itu akan tersebar di seluruh negeri bahkan sampai ke negeri Antah Berantah sekalipun. Sebenarnya Vha lebih suka mendapat julukan Mak Comblang, tapi berhubung teman-temannya sudah hafal di luar kepala tentang bagaimana reaksi Vha kalau misalnya ada cinlok maka dengan menimbang, memikirkan, dan memutuskan akhirnya jadilah Vha sebagai urutan Bigos kelas kakap yang paling kakap. Tapi Vha bukan cewek yang suka bergosip ria di belakang orangnya, dia gosipnya ya…langsung di depan orang yang bersangkutan. Ada juga sih yang dengan rela memanggilnya dengan Mak Comblang tapi Comblangnya diganti jadi Comberan, makin parah kan?
Ada udang di balik batu! Wah mati donk? Vha melakukan itu bukan tanpa alasan dan tujuan yang jelas, begitu jelas tujuannya bahkan semakin jelas hingga hanya dia yang tahu apa tujuannya mencomblangi teman-teman sejawatnya. Ffuih!! Akhirnya ada yang tahu juga! Vha ingin dapat pacar! Aneh? Jika tak aneh maka bukan Vha namanya. Karma! itu yang diharapkan oleh Vha. Tentu saja karma yang baik. Dia ingin setelah dia menjodohkan teman-temannya maka dia pun akan tertular virus pacaran. Vha bukan cewek yang pemilih terhadap cowok, tapi memang tak ada yang mau menjatuhkan pilihannya pada Vha untuk dijadikannya sebagai pacar. Aduh…pusing…pusing! Dia mengharapkan cowok itu seganteng Justin Timberlake, otaknya seencer Albert Einstein, dan lain-lain. Mimpi kali ye??? Aku sempat tersedak ketika mendengar penuturan Vha tentang cowok impiannya. Andaikan di era ini masih ada cerita Cinderella, itu pun bukan Vha yang terpilih menjadi Cinderellanya. Andaikan di masa ini masih ada cerita Si Malang Pemimpi, pasti tokoh utamanya adalah Vha. Mimpinya terlalu tinggi, mana ada cowok yang sempurna. Yang ada hanya di negeri dongeng dan khayalan Vha yang selama ini memang terlalu tinggi. Ku rebahkan tubuhku di tempatku yang paling nyaman, bantal empuk dengan semangkuk makanan yang sudah tersedia. Ah…enaknya… ku buang semua pikiranku tentang Vha, hari ini aku ingin tidur nyenyak.
* * *
Pulang sekolah wajah Vha berseri-seri, segera ku hampiri dia. Belum sempat aku bertanya apa yang terjadi…..
“Ko, gue seneng banget deh! Cahyo ma Arien sudah resmi jadian. Ya…itu gue rasa sih berkat comblang gue yang ces-pleng!” dia masih sama seperti yang dulu tak pernah bisa diam walau sedetik. Aku heran dulu lidah Vha tercipta dari apa ya? Untung saja si Pahit Lidah tak ada Reinkarnasi-nya, kalau ada dan si Pahit Lidah masuk ke dalam tubuh Vha, bisa hancur dunia ini. Omongan yang keluar dari mulut Vha tak pernah dipikir dulu masak-masak.
Aku tersenyum padanya, ya… aku rasa sebagai apresiasiku yang menghargai usaha keras Vha menjodohkan mereka berdua. Ini objek perdana yang berhasil dilakukan Mak Comberan itu. Dia pernah bilang ke aku kalau misalnya nanti keempat teman cowoknya berhasil mendapat pacar karena usaha dia, 99,99% kemungkinan dia akan mendirikan biro jodoh. Yang akan 100% ditanganinya seorang diri.
“Tapi Ko, kalau Cahyo udah jadian berarti comblangan gue berkurang donk? Gue males banget jodohin orang yang sudah jadian. Ya iyalah! Apa lagi yang kurang? Secara mereka udah punya pacar!” Vha terdengar sedih, bibirnya maju lima senti. Aku hanya bisa tertawa cekikikan melihatnya begitu. Karena dengan begitu sedihnya akan hilang begitu saja.
“Bukankah itu yang kamu harapkan, Vha? Orang yang kamu comblangin akan jadian?” aku melihatnya dengan senyum termanis yang pernah aku persembahkan (padahal aku merasa heran juga). Dia mengusap rambutku seperti biasanya, bahasa lebih lengkapnya sih mengacak rambutku. Kemudian berlari ke kamar dan meninggalkan aku sendiri. Dasar cewek aneh!
* * *
Hari ini Vha tak ingin lagi mengoceh seperti yang dilakukannya hari-hari sebelumnya. Vha hari ini diam, tak ada lagi yang dicomblangin meskipun hanya satu target dari empat target yang harus dilaksanakan berhasil. Dia merasa belum bisa meraih tujuannya. Mungkin Vha bosan dengan rutinitas yang menguras tenaga dan energi itu.
“Mungkin gak ya gue bisa punya pacar dalam waktu dekat ini?” Vha mondar-mandir di dalam Green House yang lima menit yang lalu hanya tinggal Vha seorang diri. Kelihatannya dia begitu bimbang…. Tapi kalau menurutku sich, tak akan pernah bisa dia mendapat pacar kalau misalnya stok cewek-cewek cantik masih banyak di belahan bumi ini. Teman dekat cowok saja dia tak punya apalagi peluang mendapat pacar. Terlalu kecil!
“Tuhan!! Berikanlah aku pacar!!” Vha berteriak-riak dalam hati. Cewek bodoh! Cari pacar itu butuh proses. Eh… dia malah ingin langsung dapat pacar. Pacar dari Hongkong?!? Tapi Vha memang cewek super duper aneh sekali, kala waktu dia sangat muak dengan makhluk yang namanya pacar, lain waktu lagi dia begitu mengharapkan kehadiran seorang pacar yang belum pernah seumur hidup dia rasakan. Vha mengeluarkan kertas dan bulpen dari saku baju Pramukanya. Duduk di antara bunga-bunga Adenium yang berbonggol besar, berbunga lebat, dan tentu saja indah. Dia mulai menulis….
Redo XII IPA 1 : cowok secerdas Albert Einstein
Ezza Kuliah : cowok seganteng Justin Timberlake

Ya… Tuhan…. Ternyata dia menulis daftar nama cowok-cowok yang jadi nominasi siapa yang akan menjadi cowoknya kelak, dan tentu saja cowok-cowok itu paling populer di antara sejuta cewek cantik. Aku kira, kedua cowok itu tak ada yang tahu siapa Vha, kelas berapa, dan yang mana wajahnya. Klise!! Ada sich Ezza, tapi dia segera menjauh setelah tahu bagaimana Vha sebenarnya. Aku kasihan juga melihat Vha tak pernah berhasil untuk mendapatkan cowok. Oh ya…. Satu lagi alasan Vha, kenapa dia lebih memilih menjadi Mak Comblang, karena dia selalu melihat sinetron yang menceritakan tentang Mak Comblang akhirnya mendapat pacar karena dia selalu berhubungan dengan cowok-cowok keren. Andaikan Vha bisa seperti itu? Dicoretnya nama Redo “sudah punya cewek” catatan kecil ada di sampingnya. Ezza, dia semakin menebalkan coretannya pada nama itu “terlalu keren” kali ini bukan catatan kecil lagi tapi sudah menjelma menjadi sebuah catatan yang memenuhi ruang di kertas Vha yang bersih tadi. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, merasa putus asa. Namun sepasang mata memperhatikan semua gerak-gerik Vha dari tadi. Dia tersenyum simpul melihat Vha seperti itu. Senyum sederhana yang mengandung banyak misteri.
* * *
Hari Minggu yang menjadi rutinitas membosankan bagi Vha, juga bagi aku. Karena akan seharian melihat Vha di depan komputer hanya untuk chatting dan friendster yang tak jelas. Aku di belakang setia menungguinya, sesekali aku menguap untuk mengusir rasa bosanku.
Diketiknya alamat friendsternya, memasukkan alamat email, dan password. Sederet testimonial di Profilenya terlihat. Tapi itu hanya dari satu orang. Dengan nama ‘Pangeran Bintang’. Vha membaca salah satu komen dari dia….
“Mentari akan selalu hadir di ufuk timur
Dan akan selalu tenggelam di antara jingganya senja
Bintang akan selalu ada jika tak ada mendung yang menutupinya
Bulan akan selalu berubah dari sabit menjadi purnama
Ketika kecantikan fisik menjadi tolak ukur untukmu
Masihkah ada ruang untuk kecantikan hati?
Tak selamanya orang lain memandangmu rendah….
Karena kamu merasa tak seelok purnama…
Namun pernahkah kau berpikir untuk apa mendung diciptakan?”
Deg!! Tulisan itu sepertinya mengena sekali di hati Vha. ‘Pangeran Bintang’? siapa dia? Pangeran Bintang? Jangan-jangan dia seorang yang super aneh, yang menyamar menjadi pangeran di dunia maya. Kalau Pangeran Kodok dengan ciuman dari seorang Puteri akan mengubahnya menjadi Pangeran tampan. Tapi ini? Pangeran Bintang? Mungkin setelah dicium Vha, malah menjadi kodok? Ih…serem…!! (masuk akal juga sih, Vha kan bukan Puteri!).
“Uh….sebel….sebel…..” Aduh kumat nih penyakit yang tidak menular tapi selalu membuat dada terasa sakit. Ya… penyakit jingkrak-jingkrak dan teriak milik Vha. Kalau sudah begitu dia akan mengoyak-oyak tubuh lembutku menjadi berantakan. Aku memilih berlari menghindari dari serangan maut Vha. Entah apa yang menyebabkan penyakit Vha kambuh. Mungkin Pangeran Bintang itu? Atau dia memang lagi stress! Tahu ah!
* * *
Bintang kan selalu hadir menemani bulan, maukah kamu menjadi bulanku?
Pangeran Bintang
“Gila… siapa sih nih pagi-pagi udah membuat sakit kepala?!?” seisi rumah menjadi gelagapan melihat Vha sewot. Dia menatapku tajam, tapi aku tak berani membalas tatapannya.
“Pangeran Bintang? Ini kan nama yang ada di friendster-ku? Berarti dia dekat sekitar rumahku? Tapi siapa?”
Vha berangkat sekolah dengan langkah tergesa, maklumlah jam pertama matematika, Pak Lim. Bisa gawat beribu gawat kalau Vha sampai telat.
Dia berlarian layaknya dikejar setan di pagi buta.
“Braaakkk!!!” tubuh Vha tersungkur, mencium tanah halaman sekolahnya, yang sering menjadi saksi keterlambatan Vha. Biasanya dia tak pernah sekalipun jatuh apalagi sampai mencium tanah. Tapi kali ini lain, ada seseorang yang menabraknya.
“Aduh…kalo jalan tuh lihat-lihat dong!” suara Vha menggelegar.
“So…sorry! Gue nggak sengaja!” waduh!! Ternyata yang nabrak Vha, seorang cowok! Keren lagi! Vha tertegun, tapi segera saja dia sembunyikan rasa kagumnya itu.
“Ya…udah gue maapin! Elo murid baru ya?” Vha merasakan getaran lain dalam tatap mata cowok itu, sepertinya dia begitu dekat dengan cowok yang baru saja menabraknya. Mencoba mencari jawaban tapi tetap tak ketemu. Ah…mungkin itu hanya dejavu yang sering dialami Vha. Atau sindrom ketemu cowok keren. Whatever-lah!
“Eh…iya! Kenalkan gue Freza! Gue XI IPA 3!!”
“Gue Vha! XI IPA 1!” mereka saling berjabat tangan.
“Nanti istirahat temani gue keliling ya!” Frezer eh Freza ngomong ke Vha. Otomatis Vha langsung mengiyakannya.
* * *
Semenjak Freza hadir di kehidupan Vha, sekarang aku bukan satu-satunya kesayangan Vha, dia lebih memilih pergi nonton dengan Freza daripada harus mengantarkanku ke salon. Pokoknya tiba-tiba aku sebel dengan Freza. Mungkin mereka sudah pacaran. Uh…sebel!!
“Vha…aku mau ngomong penting sama kamu!” kudengar samar-samar percakapan Freza dan Vha di ruang tamu.
“Ya…udah ngomong aja!”
“Sebenarnya, aku…aku sayang kamu, Vha!” tuh kan bener! Freza dan Vha akan pacaran, terus aku sendiri!
“Za, aku juga sayang kamu!” aduh….udah resmi jadian deh mereka berdua! Kalau seneng jangan lupain aku dong!
* * *
Setelah kejadian kemarin, akhirnya Vha bisa mendapat karma yang dia dambakan selama ini. Apalagi pacarnya Freza, cowok keren yang menjadi impiannya.
“Aduh…Freza kok nggak datang-datang ya?” Vha mondar-mandir di depan kelasnya, menanti Freza menemuinya. Tapi sampai bel masuk dia belum kelihatan juga. Dan Vha masuk kelas dengan gelisah.
“Sory, boleh nanya nggak?” tanyanya pada anak XI IPA 3, saat istirahat datang.
“Mau nanya apa?”
“Frezanya hari ini nggak masuk ya? Kenapa?”
“Freza?? Freza siapa? Di sini nggak ada yang namanya Freza! Salah kelas kali elo!”
“Freza Dewarta Putera? Dia murid baru! Udah seminggu dia di sini! Dan katanya dia kelas XI IPA 3! Bener kan ini kelasnya?” Vha semakin bingung.
“Murid baru? Nggak ada kok murid baru di sini! Iya bener ini kelas XI IPA 3, tapi yang elo cari nggak ada!” anak itu malah semakin bingung dengan pertanyaan Vha.
“Ya udah deh, thanks!”
Vha berjalan lesu, kok bisa nggak ada! Aneh! Kalau bener ada Freza yang pernah sekolah di sini, pasti temen sekelasnya tahu. Tapi ini? nggak ada yang tahu. Sampai dia bertanya pada setiap orang yang ia jumpai. Akhirnya jalan terkahir, tanya pada petugas tata usaha.
“Nggak ada murid baru yang namanya Freza!” petugas tata usaha itu melengkapi kebingungan Vha. Dia semakin lemas dengan semua pernyataan-pernyataan yang ada, bahkan ada yang menganggapnya gila.
* * *
Udah tiga hari Vha tidak masuk sekolah, secara otomatis gelar mak comblang dan bigos kelas kakap tercabut darinya, dia hanya bisa melamun di dalam kamar sambil sesekali membelai bulu-buluku dengan lembut.
“Komo! Freza sebenarnya siapa sich?” dia bertanya padaku. Ya…manakutahu!
Oh…iya! Aku juga perlu dikenalkan kan? Namaku Komo, aku mempunyai tubuh yang jauh lebih seimbang dibandingkan dengan Vha dan kalian semua. Kakiku ada empat sehingga tak mungkin aku terjatuh atau terguling. Mataku indah dan dapat digunakan melihat meskipun dalam kegelapan. Aku punya kumis, buluku putih dan banyak, menutupi semua tubuhku sehingga aku bisa menghangatkan tubuh dengan buluku. Aku juga punya telinga dan letaknya tepat di atas kepala. Kelihatan seimbang kan?
Tiba-tiba saja ada ketukan pintu depan mengagetkanku dan Vha. Vha berlari demikian juga dengan aku. Membukakan pintu, tapi aneh! Tak ada siapa-siapa di sana. Ketika Vha ingin masuk, matanya tertuju pada amplop warna ungu yang tergeletak di depan pintu ruang tamu. Dipungutnya surat itu.
To : Vellia Hartanti Apsari
Dear Vha,
Ketika kamu membaca suratku ini, mungkin aku sudah pergi dan tak akan pernah kembali lagi dalam wujud apapun.
Mentari akan selalu hadir di ufuk timur
Dan akan selalu tenggelam di antara jingganya senja
Bintang akan selalu ada jika tak ada mendung yang menutupinya
Bulan akan selalu berubah dari sabit menjadi purnama
Ya…benar akulah sang pangeran bintang itu, kemarin aku hadir dalam bentuk Freza dan merasakan indah denganmu walau hanya sesaat.
Yang kamu pikirkan ketika aku pergi itu benar adanya, aku bukan seperti kamu. Aku berbeda, dunia yang membedakan kita terlalu jauh. Aku sudah menepati janjiku. Ingatkah kamu, dulu kita sering bermain bersama, dan aku sudah berjanji untuk menemuimu di saat kita sudah sama-sama dewasa. Namun takdir berkata lain, kecelakaan maut itu sudah merenggut nyawaku. Tapi janjiku padamu belum terpenuhi. Aku berontak, aku ingin menemuimu sekali saja, dan untungnya aku diperbolehkan. Hari ini, usia kematianku genap satu bulan. Dan aku tak kan pernah boleh kembali lagi padamu. Kalau kamu kangen padaku tataplah bintang di langit, pangeran bintang akan selalu tersenyum untukmu.
Cinta,
Freza

Aku hanya bisa menelan ludah setelah tahu semuanya, tapi tidak dengan Vha. Tiba-tiba di pelupuk matanya menjadi gelap bahkan sangat gelap, hingga membuatnya lupa dengan semua kejadian ajaib yang ia alami.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar