Senin, 24 Agustus 2009

Senioritas, Masih layak kah?

Apa yang ada di benakmu tentang Ospek, Kawan? Pastilah di otakmu hanya ada satu kata "penyiksaan".
Sebenarnya, ospek bukanlah hal yang menakutkan, hal yang sama sekali tidak berhubungan dengan penyiksaan dan pembentakan. Seharusnya ospek menjadi hal yang menyenangkan. Tapi sayang, Kawan, sistem ospek seperti yang kita impikan hanyalah ada di negeri dongeng, di negeri 1000 mimpi. tidak untuk kenyataannya.
Ospek adalah ajang pembuktian bagi para senior agar mereka terlihat hebat, terlihat garang dan terlihat berwibawa. Memprihatinkan memang, mereka adalah mahasiswa berpendidikan, mahasiswa yang mengerti tentang cara mendidik manusia yang baik. Lalu, tapi mengapa mereka masih melakukan hal konyol sekaligus bodoh seperti itu?

Pagi-pagi mereka sudah berdiri di depan pintu gerbang kampus. Bagus. Disiplin. Tapi demi tujuan apakah mereka berdiri di sana? Hanya untuk memamerkan teriakan mereka untuk mahasiswa baru. "Cepat! Cepat!" Mereka berteriak tak kenal lelah, padahal Kau tahu sendiri Kawan, mahasiswa baru tak ada yang berani menolaknya. Berkejar-kejaran, berlari-larian, bahkan berjatuh-jatuhan. Mereka tak berperasaan. Mengapa mereka harus melakukan hal sedemikian? Tidak semua orang suka dibentak, tak semua orang suka diperlakukan secara keras. Layaknya pegas, jika semakin ditarik maka pegas itu juga akan semakin keras, tak terlenturkan. sama seperti manusia. ada manusia yang tipe seperti itu. Kejadian itu masih bisa ditolerir. Karena kita semua diburu waktu.

Tapi Kawan kau tahu? ketika jam hampir selesai. saatnya evaluasi. Senior-senior itu berdiri di depan mahasiswa baru. berorasi lantang. seolah mereka paling benar. Ingin berunjuk gigi, jika mereka paling sempurna waktu itu. Mencari-cari kesalahan yang sebenarnya tak penting dipermasalahkan. Terlambat, Rambut, Kunciran, Handphone, Buku Tugas, gaduh, rokok, itulah masalah kecil yang sungguh dianggap besar oleh mereka. Lalu, mereka secara bergantian memaki mahasiswa baru, bahkan kalimat semi-kasar pun terlontar. Mana janji mereka untuk menghapuskan kekerasan verbal?? Omong kosong!!!! Satu persatu mereka melemparkan buku tugas di hadapannya. melemparkannya bak sampah yang tak berarti. (Buku Tugas dibuat oleh maba untuk prasyarat mengikuti ospek). Bahkan sempat ada seorang senior yang menyepak dan menginjak buku-buku itu. Jika sudah demikian, masih layak kah mereka disebut sebagai civitas academica?

Ketika ospek hari kedua, semua maba wajib mengumpulkan kesan dan pesan ospek hari pertama, lalu ada seorang maba yang mengkritik kelakuan semua seniornya tersebut. Apa yang terjadi kawan? Senior-senior itu tak terima, tanpa ampun mereka menyilang tulisan itu dengan sebuah footnote, "Mikir dulu Kalau mau nulis!!!!". Maba itu hanya tersenyum perih, karena sudah membayangkan kemungkinan yang terburuk sekali pun.

Lihatlah kawan, mereka masih enggan untuk menerima kritikan, masih menutup diri untuk dinilai oleh orang lain, apakah itu yang disebut sebagai generasi bangsa? Generasi yang telah lebih dulu mengecap pendidikan tinggi?
Lalu, dimanakah kalimat-kalimat mereka yang sering mengkritik pemerintah, "Tegakkan demokrasi!!!", sementara mereka sendiri masih terlalu sulit untuk menumbuhkan rasa demokrasi di dalam diri mereka sendiri.

Lantas Kawan, Masihkah tradisi ini dilanjutkan? Karena tidak semua yang dilanjutkan itu baik. **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar